Archive for Filsafat

KATA-KATA BIJAK FILOSOF YUNANI

Kata-KATA BIJAK PARA FILOSOF YUNANI

Summary:yusfysasaq
Phytagoras

• Phytagoras berkata,”jika engkau ingin hidup senang ,mka hendaklah engkau rela di anggap sebgai tidak berakal atau di anggap orang bodoh”.
• Pukulan dari sahabatmu lebih baik dari pada ciuman dari musuhmu.
• Phytagoras berkata,”jangan sekali-kali percaya paada kasih saying yang datang tiba-tiba,karena dia akan meninggalkanmu dengan tiba-tiba pula”.
• Jangan membanggakan apa yang kamu lakukan hari ini, sebab engkau tidaka akan tahu apa yang akan di berikan oleh hari esok.

Plato

• Orang yang ingin bergembira harus menyukai kelelahan akibat bekerja.
• Janganlah engkau berteman dengan orang jahat karena sifatmu akan mencuri sifatnya tanpa engkau sadari.
• Plato berkata ,”Orang yang berilmu mengetahi orang yang bodoh karena dia pernah bodoh,sedangkan orang yang bodoh tidak mengetahui orang yang berilmu karena dia tidak pernah berilmu”.
• Budi pekerti yang tinggi adalah rasa malu terhadap diri sendiri.
• Plato di Tanya ,”Bagaimana caranya agar seseorang biasa hidup dengan tenang?”. Dia menjawab ,” Jika orang itutidak melakukan kejahatanh dan tidak beredihh akan sesuatu yang di alaminya,maka dia tentu akan merasa tenang”.
• Kerendahan seseorang di ketahui melalui dua hal : banyak berbicara tentang hal-hal yang tidak berguna,dan bercerita padahal tidak di tanya.
• Jangan terlalu banyak mengenal orang .sebab, kalian lebih sering di sakiti oleh orang yang kalian kenal,sedangkan orang yang tidak kalian kenal nyaris tidak dapat menyakiti kalian.
• Cint6a adalah gerak jiwa yang kosong tanpa pikiran.

Thales

• “orang yang bercita-cita tinggi adalah orang yang menganggap teguran teguran keras baginya lenbut daripada sanjungan merdu dari penjilat yang berlebih-lebihan”
• “apabila kamu menasihati orang yang bersalah maka berlemah lembutlah agar dia tidak merasa di telanjangi”
• “orang yang secara sembunyi-sembunyi melakukan suatu perbuatan yang tidak di llakukan secara terang-terangan,ia tidak berharga di hadapan dirinya”

Socrates

• Seseorang menampar pipi Socrates,lalu pada bekas tamparan itu Socrates menulis “Seseorang telah menamparku ini balasan dariku”.
• Socrates di cela karena makan terlalu sedikit, maka di menjawab,“aku makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan”.
• Socrates di cela karena di tidak banyak bicara, dia menjawab,”Allah Taala telah menciptakan dua telinga dan satu lidah untukku agar aku banyak mendengar daripada berbicara,tetapi kalian lebih banyak bicara daripada mendengar”.
• Setelah berusia tua,Socrates,belajar musik. Lalu ada orang berkata padanya,” apakah engkau tidak malu belajar di usia tua?”. Dia menjawab,” Aku merasa lebih malu menjadi orang yang bodoh di usia tua”.
• Socrates berkata,”Cobalah dulu,baru cerita. Pahamilah dulu,baru menjawab. Pikirlah dulu,baru berkata.Dengarlah dulu,baru beri penilaian .Bekerjalah dulu,baru berharap.

• Socrates berkata ,” kesedihan membuat akal terpana dan tidak berdaya.jika anda tertimpa kesedihan, terimalah dia dengan keteguhan hati dan berdayakanlah akal untuk mencari jalan keluar”.
• Janganlah engaku menceritakan isi jiwamu kepada oarng lain,karena sungguh jelek orang yang menaruh hartanya di rumah dan memerkan isinya.
• Kesejahteraaan memberikan peringatan,sedangkan bencana memberi nasihat.
• Janagn mengomentari kesalahan orang lain, karena orang itu akan mengambil manfaat dari ilmumu lalu di menjadi musuhmu.

Kata-KATA BIJAK PARA FILOSOF YUNANI Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/humanities/1853266-kata-kata-bijak-para-filosof/

PENGERTIAN, SUBJEK/ OBJEK DAN PENTINGNYA FILSAFAT

BAB I

RINGKASAN MATERI

A. Pengertian Filsafat

1. Defenisi Filsafat

Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan “Shopia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalan, dan sophia artinya kearifan atau kebijakan. Jadi arti filsafat secara hrfiah adalah cinta yang sangat mendalam terhadapat kearifan atau kebijakan. Filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup (individu) dan dapat juga disebut pandangan hidup (masyarakat). Pada bagian lain Harold Tisus mengemukakan makna filsafat yaitu :

1. Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta

2. Filsafat adalah suatu metode berpikir rekflektif dan penelitian penalaran

3. Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah

4. Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir

Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan/ pemikiran manusia memiliki peran yang penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua berpikir dapat dikategorikan berfilsafat. Berpikir yang dikategorikan berfilsafat adalah apabila berpikir tersebut mengandung tiga ciri yaitu radikan, sistematis dan universal. Untuk ini filsafat menghendaki lah pikir yang sadar, yang berarti teliti dan teratur. Berarti bahwa manusia menugaskan pikirnya untuk bekerja sesuai dengan aturan dan hukum-hukum yang ada, berusaha menyerap semua yang bersal dari alam, baik yang berasal dari dalam dirinya atau diluarnya.

2. Subjek/ Objek Filsafat

Berfikir merupakan subjek dari filsafat akan tetapi tidak semua berfikir berarti berfilsafat. Subjek filsafat adalah seseorang yang berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh dan mendalam.

Objek filsafat, objek itu dapat berwujud suatu barang atau dapat juga subjek itu sendiri contohnya si aku berfikir tentang diriku sendiri maka objeknya adalah subjek itu sendiri. Objek filsafat dapat dibedakan atas 2 hal :

1. Objek material adalah segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada dan ada yang tidak harus ada

2. Objek formal adalah bersifat mengasaskan atau berprinsi dan oleh karena mengasas, maka filsafat itu mengkonstatis prinsip-prinsip kebenaran dan tidak kebenaran

 

3. Pentingnya Filsafat Bagi Manusia

Pentingnya filsafat dapat kita pada penjelasan berikut :

1) Dengan berfilsafat kita lebih menjadi manusia, lebih mendidik dan membangun diri sendiri

2) Dari pelajaran filsafat kita diharapkan menjadi orang yang dapat berpikir sendiri

3) Memberikan dasar-dasar pengetahuan kita, memberikan padangan yang sintesis pula sehingga seluruh pengetahuan kita merupakan kesatuan

4) Hidup kita dipimpin oleh pengetahuan kita. Sebab itu mengetahuikebenaran-kebenaran yang terdasar berarti mengetahui dasar-dasar hidup kita sendiri

5) Khususnya bagi seorang pendidik, filsafat mempunyai kepentingan istimewa karena filsafatlah memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang mengenai manusia seperti misalnya : ilmu mendidik, sosiologi, ilmu jiwa dan sebagainya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definis Filsafat

Adapun defenisi filsafat menurut para ilmuwan yaitu :

1. Plato (427-347 M) → Filsafat tidak lah lahir dari pengetahuan tentang segala yang ada

2. Aristoteles (384-322 M) → Filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda

3. Al-Kindi (800-870) → Filsafat merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi m anusia

4. AL-Farabi (872-950) → Filsafat itu adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya

5. Ibnu Sina (980-1037) → hal pertama yang dihadapi seorang filsuf adalah bahw ayang ada berebeda-beda, terdapat ada yang hanya “mungkin ada”

6. Immanuel Kant (1724-1804) → filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yangi dalamnya mencakup empat persoalan, yaitu :

1. Apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika)

2. Apakah yang boleh kita kerjakan? (dijawab oleh etika)

3. Sampai dimanakah pengharapan kita? (dijawab oleh agama)

4. Apakah yang dinamakan manusia? (dijawab oleh anthroposlogi)

7. Prof Drs. Hasbullah Bakry, S.H → filsafat ialah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.

8. Prof. Dr. N Driyarkara S. J→ filsafat adalah pikiran manusia yang radikal artinya dengan mengesampingkan pendirian-pendirian dan pendapat-pendapat “yang diterima saja” mencoba memperlihatkan pandangan yang merupakan akar dari lain-lain pandangan dan sikap praktis.

9. Ciceor → Filsafat sebagai seni kehidupan

10. Rene Descartes → filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan, dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya

11. Francis Bacon → filsafat merupakan induk agung dari ilmu-ilmu dan filsafat menangani semua pengetahuan sebagai bidangnya

12. John Dewey → filsafat haruslah dipandang sebagai suatu pengungakap mengenai perjuangan manusia secara terus meners dalam upaya melakukan penyesuaian berbagai tradisi yang membentuk budi manusia terhadap kecenderungan-kecenderungan ilmiah dan cita-cita politi yang baru dan tidak sejalan dengan wewenang yang diakui.

 

Berfilsafat merupakan salah satu kegiatna pemikiran manusia memiliki peran yang penting dalam menentukan dan menmukan eksistensinya. Dalam kegiatan ini manusia akan berusaha untuk mencapai kearifan dan kebajikan. Kearifan merupakan buah yang dihasilkan filsfar dari usaha mencapai hubungan-hubungan antara berbagai pengetahuan, dan menentukan implikasinya baik secara yang tersurat maupun yang tersirat dalam kehidupan.

Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua berpikir dapat dikategorikan berfilsafat. Berpikir yang dikategorikan berfilsafat adalah apabila berpikir tersebut mengandung 3 ciri, yaitu radikan, sistematis dan universal. Seperti yang dijelaskan oleh Sidi Gazalba (1973:43) :

Berpikir radikan, sampai ke akar-akarnya, tidak tanggung-tanggung, sampai pada konsekuensi yang terakhir. Berpikir itu tidak separuh-paruh, tidak berhenti di jalan, tetapi terus sampai ke ujungnya. Berpikir sistemati adalah berpikir logis yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dengan urutan yang bertanggung jawab dan saling hubungan yang teratur. Berpikir universal tidak berpikir khusus, yang hanya terbatas kepada bagian-bagian tertentu, melainkan mencakup keseluruhan.

 

Berdasarkan pada tingkat”berfikir” kita terlihat bahwa filsafat merupakan suatu uapya untuk mampu melakukan kajian secara mendasar sehingga dengan kajian yang mendasar tersebut dimungkinkan untuk dapat putusan tentang suatu secara bijaksana. Manusia selalu berpikir akan sesuatu yang sudah menjadi pengetahuannya, yang aman apengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan bagaimana usaha-usaha untuk mencapainya. Dengan ini manusia selalu berusaha untuk bertujuan menyelidiki hakekat yang sebenarnya. Karena filsafat merupakna ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang maan terdapat dalam persoalan-persoalan yang terjadi dalam keseharian kita sebagai manusia.

Sesuai dengan makna filsafat, berfilsafat adalah berfiki dan sampai kepada spikulasi. Untuk itu filsafat menghindari oleh fiki dan sadar, yang berarti teliti dan teratur. Dimna manusia menegaskan pikiranya untuk bekerja sesuai dengan aturan dan hukum-hukum yang ada, berusaha menyerap semua yang bersala dari alam, baik yang bersal dari dalam dirinya atau di luarnya

Dapat disimpulkan bahwa berfilsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk mencapai kebijakan dan kearifan. Filsafat berusaha menuangkan dan membuat garis besar dari masalah-masalah dan peristiwa yang pelik dari pengalaman umat manusia.

 

B. Subjek/ Objek Filsafat

Subjek filsfat adalah seseroang yagn berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Seperti halnya pengetahuan, Maka filsafatpun (sudut pandangannya) ada beberapa objek yang dikaji oleh filsafat

a. Obyek material yaitu segala sesuatu yang realitas

1. Ada yang harus ada, disebut dengan absoluth/ mutlak yaitu Tuhan Pencipta

2. Ada yang tidak harus ada, disebut dengan yang tidak mutlak, ada yang relatif (nisby), bersifat tidak kekal yaitu ada yang diciptakan oleh ada yang mutlak (Tuhan Pencipta alam semesta)

b. Obyek Formal/ Sudut pandangan

Filsafat itu dapat dikatakan bersifat non-pragmentaris, karena filsafat mencari pengertian realitas secara luas dan mendalam. Sebagai konsekuensi pemikiran ini, maka seluruh pengalaman-pengalaman manusia dalam semua instansi yaitu etika, estetika, teknik, ekonomi, sosial, budaya, religius dan lain-lain haruslah dibawa kepada filsafat dalam pengertian realita.

Menurut Prof Dr. M. J. Langeveld : “……bahwa hakikat filsafat itu berpangkal pada pemikiran keseluruhan sarwa sekalian scara radikan dan menurut sistem”.

1. Maka keseluruhan sarwa sekalian itu ada. Ia adalah pokok dari yang dipikirkan orang dalam filsafat

2. Ada pula pikiran itu sendiri yang terhadap dalam filsafat sebagai alat untuk memikirkan pokoknya

3. Pemikiran itupun adalah bahagian daripada keseluruhan, jadi dua kali ia teradapat dalam filsafat, sebagai alat dan sebagai keseluruhan sarwa sekalian

Menurut Mr. D. C Mulder menulis sebagai berikut :

“ Tiap-tiap manusia yang mulai berpikir tentang diri sendiri dan tentang tempatnya dalam dunia, akan mengahdapi beberapa persoalan yang begitu penting sehingga persoalan-persoalan itu boleh diberi nama persoalan-persolan pokok”.

Louis Kattsoff mengatakan lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya yaitu meliputisegala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin diketahui manusia.

 

Dr. A. C Ewing mengatakan bahwa kebenaran, materi, budi, hubungan materi dan budi, ruang dan waktu, sebab, kemerdekaan, monisme lawan fluarlisme dan tuhan adalah termasuk pertanyaan-pertanyaan poko filsafat

 

C. Pentingnya Filsafat Bagi Manusia

Filsafat mencoba memadukan hasil-hasil dari berbagai sains yang berbeda ke dalam suatu pandangan dunia yang konsisten. Filosof cenderung untuk tidak menjadi spesialis, seperti ilmuwan. Ia menganalisis benda-benda atau masalah dengan suatu pandangan yang menyeluruh. Filsafat tertarik terahdap aspek-aspek kualitatif segala sesuatu, terutama berkaitan dengan makna dan nilai-nilainya. Filsafat menolak untuk mengabaikan setiap aspek yang otentik dari pengalaman manusia.

Kita sangat memerlukan suatu ilmu yang sifatnya memberikan pengarahan/ ilmu pengarahan. Dengan ilmu tersebut, manusia akan dibekali suatu kebijaksanaan yang di dalamnya memuat nilai-nilai kehidupan yang sangat diperlukan oleh umat manusia. Hanya ilmu filsafatlah yang dapat diharapkan mampu memberi manusia suatu integrasi dalam membantu mendekatkan manusia pada nilai-nilai kehidupan untuk mengenai mana yan gpantas kita tolak, man ayang pantas kita tujui, mana yang pantas kita ambil sehinga dapat memberikan makna kehidupan. Ada beberapa pentingnya filsafat bagi manusia yaitu :

1. Dengan belajar filsafat diharapkan akan dapatmenambah ilmu pengetahuan, karena dengan bertambahnya ilmu akan bertambah pula cakrawala pemikiran dan pangangan yang semakin luas

2. Dasar semua tindakan. Sesungguhnya filsafat di dalamnya memuat ide-ide itulah yang akan membawa mansuia ke arah suatu kemampuan utnuk merentang kesadarannya dalam segala tindakannya sehingga manusia kaan dapat lebih hidup, lebih tanggap terhadap diri dan lingkungan, lebih sadar terhadap diri dan lingkungan

3. Dengan adanya perkembangan ilmu pengethauan dan teknologi kita semakin ditentang dengan kemajuan teknologi beserta dampak negatifnya, perubahan demikian cepatnya, pergeseran tata nilai, dan akhirnya kita akan semakin jauh dari tata nilai dan moral

 

BAB III

KESIMPULAN

Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan “Shopia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalan, dan sophia artinya kearifan atau kebijakan. Jadi arti filsafat secara hrfiah adalah cinta yang sangat mendalam terhadapat kearifan atau kebijakan. Filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup (individu) dan dapat juga disebut pandangan hidup (masyarakat). Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan/ pemikiran manusia memiliki peran yang penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua berpikir dapat dikategorikan berfilsafat. Berpikir yang dikategorikan berfilsafat adalah apabila berpikir tersebut mengandung tiga ciri yaitu radikan, sistematis dan universal. Untuk ini filsafat menghendakilah pikir yang sadar, yang berarti teliti dan teratur. Berarti bahwa manusia menugaskan pikirnya untuk bekerja sesuai dengan aturan dan hukum-hukum yang ada, berusaha menyerap semua yang bersal dari alam, baik yang berasal dari dalam dirinya atau diluarnya.

Berfikir merupakan subjek dari filsafat akan tetapi tidak semua berfikir berarti berfilsafat. Subjek filsafat adalah seseorang yang berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh dan mendalam. Objek filsafat, objek itu dapat berwujud suatu barang atau dapat juga subjek itu sendiri contohnya si aku berfikir tentang diriku sendiri maka objeknya adalah subjek itu sendiri. Objek filsafat dapat dibedakan atas 2 hal :

– Objek material adalah segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada dan ada yang tidak harus ada

– Objek formal adalah bersifat mengasaskan atau berprinsi dan oleh karena mengasas, maka filsafat itu mengkonstatis prinsip-prinsip kebenaran dan tidak kebenaran

Pentingnya filsafat dapat kita pada penjelasan berikut :

– Dengan berfilsafat kita lebih menjadi manusia, lebih mendidik dan membangun diri sendiri

– Dari pelajaran filsafat kita diharapkan menjadi orang yang dapat berpikir sendiri

– Memberikan dasar-dasar pengetahuan kita, memberikan padangan yang sintesis pula sehingga seluruh pengetahuan kita merupakan kesatuan

– Hidup kita dipimpin oleh pengetahuan kita. Sebab itu mengetahuikebenaran-kebenaran yang terdasar berarti mengetahui dasar-dasar hidup kita sendiri

– Khususnya bagi seorang pendidik, filsafat mempunyai kepentingan istimewa karena filsafatlah memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang mengenai manusia seperti misalnya : ilmu mendidik, sosiologi, ilmu jiwa dan sebagainya.

 

sumber : http://van88.wordpress.com/pengertian-subjek-objek-dan-pentingnya-filsafat/

Makna Filsafat Estetika Oleh: AnneAhira.com Content Team

Filsafat estetika adalah cabang ilmu yang membahas masalah keindahan. Bagaimana keindahan bisa tercipta dan bagaimana orang bisa merasakannya dan memberi penilaian terhadap keindahan tersebut. Maka filsafat estetika akan selalu berkaitan dengan antara baik dan buruk, antara indah dan jelek. Bukan berbicara tentang salah dan benar seperti dalam filsafat epistemologi.

Secara etimologi, estika diambil dari bahasa Yunani, aisthetike yang berarti segala sesuatu yang cerap oleh indera. Filsafat estetika membahas tentang refleks kritis yang dirasakan oleh indera dan memberi penilaian terhadap sesuatu, indah atau tidak indah, beauty or ugly. Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan.

Filsafat estetika pertama laki dicetuskan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1975) yang mengungkapkan bahwa estetika adalah cabang ilmu yang dimaknai oleh perasaan.

Filasafat estetika adalah cabang ilmu dari filsafat Aksiologi, yaitu filsafat nilai. Istilah Aksiologi digunakan untuk menberikan batasan mengenai kebaikan, yang meliputi etika, moral, dan perilaku. Adapun Estetika yaitu memberikan batasan mengenai hakikat keindahan atau nilai keindahan.

Kaum materialis cenderung mengatakan nilai-nilai berhubungan dengan sifat-sifat subjektif, sedangkan kaum idealis berpendapat nilai-nilai bersifat objektif.

Andaikan kita sepakat dengan kaum materialis bahwa yang namanya nilai keindahan itu merupakan reaksi-reaksi subjektif. Maka benarlah apa yang terkandung dalam sebuah ungkapan “Mengenai masalah selera tidaklah perlu ada pertentangan”.

Serupa orang yang menyukai lukisan abstrak, sesuatu yang semata-mata bersifat perorangan. Jika sebagian orang mengaggap lukisan abstrak itu aneh, sebagian lagi pasti menganggap lukisan abstrak itu indah. Karena reaksi itu muncul dari dalam diri manusia berdasarkan selera.

Berbicara mengenai penilaian terhadap keindahan maka setiap dekade, setiap zaman itu memberikan penilaian yang berbeda terhadap sesuatu yang dikatakan indah.

Jika pada zaman romantisme di Prancis keindahan berarti kemampuan untuk menyampaikan sebuah keagungan, lain halnya pada zaman realisme keindahan mempunyai makna kemampuan untuk menyampaikan sesuatu apa adanya. Sedangkan di Belanda pada era de Stijl keindahan mempunyai arti kemampuan mengomposisikan warna dan ruang juga kemampuan mengabstraksi benda.

Pembahasan estetika akan berhubungan dengan nilai-nilai sensoris yang dikaitkan dengan sentimen dan rasa. Sehingga estetika akan mempersoalkan pula teori-teori mengenai seni.

Dengan demikian, estetika merupakan sebuah teori yang meliputi:

  1. penyelidikan mengenai sesuatu yang indah;
  2. penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari seni;
  3. pengalaman yang bertalian dengan seni, masalah yang berkaitan dengan penciptaan seni, penilaian terhadap seni dan perenungan atas seni.

Dari pernyataan di atas, estetika meliputi tiga hal, yaitu, fenomena estetis, fenomena persepsi, dan fenomena studi seni sebagai hasil pengalaman estetis.

 

sumber : http://www.anneahira.com/http://www.anneahira.com/filsafat-estetika.htm

Filsafat dan Makna Hidup Manusia

Oleh: REZA A.A WATTIMENA

Beginilah cerita dari John Cottingham. “Ketika saya masih mahasiswa, semua diskusi soal makna hidup selalu dianggap tidak masuk akal. Padahal banyak orang tertarik untuk mendalami filsafat, karena tersentuh oleh pertanyaan tersebut.”  Namun sekarang tema tentang makna dan nilai kehidupan kembali menjadi tema penelitian para filsuf.

Setiap orang ingin agar hidupnya bermakna. Walaupun begitu kekosongan makna juga merupakan bagian dari keberadaan kita sebagai manusia. Berbeda dengan binatang ataupun tumbuhan, manusia sudah selalu memiliki kekosongan dan ketidakpuasan di dalam dirinya. Hal-hal material semata tidak akan mampu membuatnya bahagia. Manusia ingin benda-benda material tersebut memberi arti bagi hidupnya.

Sekarang ini banyak filsuf professional menengok kembali tema-tema terkait dengan makna dan nilai dari hidup manusia. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan biasanya adalah, apakah keberadaan manusia itu hasil dari kebetulan, atau sesuatu yang lebih bermakna? Filsafat Nietzsche dan Darwin memberikan jawaban yang berbeda dari yang diajukan oleh agama-agama besar. Bagi mereka makna dan nilai dari hidup adalah sesuatu yang diciptakan oleh manusia. Tidak ada nilai-nilai ataupun makna abadi.

Bersamaan dengan diskusi tentang makna dan nilai, pertanyaan tentang Tuhan pun kembali diajukan ke depan. Diskusi tentang keberadaan Tuhan kini lebih membumi. Inilah yang membuat filsafat sekarang ini menjadi begitu menarik.

Cottingham menulis tiga buku. Judulnya On the Meaning of Life, The Spiritual Dimension, dan Why Believe? Baginya keberadaan Tuhan tetaplah diperlukan, untuk menjelaskan bahwa hidup manusia itu bermakna. Pada level yang lebih sekular, ada dua nilai yang kiranya dapat membuat keberadaan manusia itu bermakna, yakni keadilan dan kasih dalam arti yang seluas-luasnya.

Hidup manusia itu rapuh. Manusia sendiri pun begitu rapuh. Usaha manusia mencapai makna diancam oleh keterasingan dan kesedihan akut sebagai akibat dari kejahatan. Semua itu bisa dihadapi dengan keberanian dan harapan. Filsafat bisa menawarkan itu. Cottingham menambahkan; “Filsafat tidak pernah menjadi semenarik seperti sekarang ini.” Filsafat tidak lagi kering dan abstrak, namun telah menjadi begitu segar, karena bergulat langsung dengan permasalahan mendasar manusia, yakni makna hidup.

Jadi tunggu apa lagi? Mari kita belajar filsafat!

Disadur secara bebas dari tulisan John Cottingham dalam http://www.philosophypress.co.uk/?p=1389

Gambar dari http://www.firstscience.com/home/images/legacygallery/life_12weeks.jpg

 

sumber : http://www.dapunta.com/filsafat-dan-makna-hidup-manusia.html

Makna dan hakekat keadilan

Keadilan adalah memberikan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Socrates mengatakan bahwa keadilan tercapai apabila pemerintah mempraktekkan ketentuan hukum atau melaksanakan tugasnya dan rakyat merasakannya.

Plato menilai tercapainya keadilan apabila setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasar yang dianggap cocok bagi orang tersebut, sedangkan tindakan manusia dipandang layak apabila pihak yang sama mendapatkan bagian sama (Aristoteles) Hak merupakan wewenang untuk memiliki, meninggalkan, atau menuntut sesuatu. Materi hak menyangkut individu, namun hak bukan milik perseorangan. Hak seseorang terkait dengan hak orang lain.

Disamping hak, seorang individu juga memiliki berbagai kewajiban, yakni kewajiban terhadap Allah, masyarakat dan diri sendiri. Kewajiban terhadap Allah diwujudkan dalam bentuk memuja dan mengabdi, kewajiban terhadap masyarakat dengan menolong orang lain, sedangkan kewajiban terhadap diri sendiri diwujudkan dengan melakukan perbuatan yang baik.

Ada berbagai macam bentuk keadilan, diantaranya adalah keadilan moral, keadilan distributif, keadilan komutatif dan keadilan sosial. Penjelasannya kurang lebih sebagai berikut :

  1. Keadilan moral terwujud bila setiap orang melakukan fungsi menurut kemampuannya. Keadilan tercipta apabila seorang tentara menjalankan fungsinya sebagai petugas pertahanan, bukan sebagai pebisnis.
  2. Keadilan distributif terlaksana apabila hal-hal sama diperlakukan secara sama. Keadilan distributif dapat digambarkanketika memberikan hadiah kepada karyawan. Karyawan yang bekerja 10 tahun akan diberikan hadiah sebesar Rp 4.000.000,- sedangkan bagi yang bekerja 5 tahun hanya sebesar Rp 2.000.000,-
  3. Keadilan komutatif merupakan keadilan yang bertujuan memelihara ketertiban atau kesejahteraan. Seorang pekerja yang bekerja giat dan berprestasi sudah sepantasnya diberi penghargaan, sebaliknya pekerja yang banyak melakukan pelanggaran diberikan hukuman yang setimpal.
  4. Keadilan sosial tercipta apabila setiap orang mendapat perlakuan yang adil di bidang hukum, politik, ekonomi dan budaya serta kemakmuran dapat dinikmati secara merata.

Setiap manusia berhak diperlakukan adil dan berlaku adil dengan menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. Orang yang menuntut hak, tapi lupa kewajiban, tindakannya pasti akan mengarah pada pemerasan, sebaliknya orang yang menjalankan kewajiban, tetapi lupa menuntut hak akan mudah diperbudak oleh orang lain

Keadilan merupakan budaya bangsa Indonesia. Sejak dahulu, manusia meminta keadilan kepada Allah dengan cara berdoa. Pada jaman kerajaan jawa tempo dulu ada budaya “pepe” yang dilakukan oleh rakyat yang meminta keadilan.

Keadilan diekspresikan dengan berbagai cara, misalnya membuat pepatah yang menunjukan adanya tuntutan terhadap perlakuan adil, misalnya pepatah “Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah” Ada yang membuat karya seni yang menyuarakan keadilan, seperti seni musik, prosa dan puisi. Ada yang pula yang menuntut keadilan dengan cara berpuasa sampai mati atau sampai tuntutan keadilannya terpenuhi, menjahit mulut, membakar diri dan sebagainya. *

 

Sumber : http://filsafatmulyo.wordpress.com/

 

 

Sebuah Filsafat Hidup

“Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan rugi, kecuali mereka yang beriman, beramal shalih, nasihat-menasihati dalam kebenaran dan nasihat-menasihati dalam kesabaran.”

Mari sejenak mencoba merasakan sentuhan-sentuhan surat Al-‘Ashr yang mulia ini, menyelami isyarat-isyaratnya tentang kehidupan yang dialami oleh manusia. Hidup manusia hanyalah kumpulan detik-detik yang jika tidak dimanfaatkan dalam kebaikan maka ia akan hilang dalam kesia-siaan, apalagi jika dihabiskan dalam kemaksiatan, sungguh merupakan kerugian yang besar. Setiap detik yang terlewat adalah bagian dari umur yang hilang dan tak akan pernah kembali. kemudian suatu saat nanti, akan tiba masanya dimana manusia pasti melewati detik-detik terakhir dari kehidupannya. Setelah itu ia akan menjalani kehidupan benar-benar asing baginya, kehidupan hakiki untuk mempertanggung jawabkan segala amalannya di dunia. Kehidupan abadi yang membutuhkan bekal yang harus dicari semasa hidup di dunia ini.

“Wa’l-‘Ashr” .Demikianlah Allah Swt. bersumpah atas kerugian seluruh manusia. Bukan sekedar merugi sekali atau dua kali, tetapi hidup itu sendiri adalah kerugian besar bagi manusia. Dalam bahasa Arab, Kata “fii” pada penggalan ayat “lafî khusr” menunjukkan makna inghimâs (tenggelam di dalam). Sama seperti ketika seseorang berkata “fî al-masjid” yang artinya berada di dalam masjid, atau “fi al-maa'” berada dalam air. Demikian juga dengan ayat di atas, juga mengisyaratkan bahwa manusia seluruhnya berada/tenggelam dalam kerugian ini.

Mengapa demikian? Sebab, jika ia hidup kemudian tidak melakukan apa-apa, maka ia telah rugi besar, karena harus mempertanggungjawabkan detik-detik kehidupannya di akhirat kelak. Apakah ia berbuat baik,buruk atau tidak berbuat apa-apa. Kalau kesempatan hidup yang hanya sekali ini digunakan untuk diam saja, berarti ia telah merugi karena pada hakikatnya ia diperintah untuk berbuat baik dengan umur yang diberikan kepadanya. Selama ia tidak berbuat apa-apa berarti selama itu pula ia telah meninggalkan perintah dan harus mempertanggung jawabkannya. Apalagi umurnya hanya dipakai untuk bermaksiat, tentu kerugiannya akan berlipat ganda.

Namun Allah Swt dengan kasih sayang-Nya menunjukkan kepada manusia jalan keluar dari kerugian ini. Hanya ada tiga jalan yang harus ia lewati agar selamat dan tidak merugi. Ketiga jalan itu adalah:

a. Iman

Ia adalah anugrah Allah Swt. yang paling berharga bagi manusia. Karenanya seorang beriman bersedia hidup di dunia. Sebab ia akan berkata, “Lebih baik saya tidak usah ada di dunia, kalau harus hidup tanpa iman. Iman lebih mahal dari nyawa saya, ia harus saya jaga dan pertahankan walau harus ditebus dengan nyawa.” Iman inilah penyemangat dan penenang hidup manusia. Iman ini juga yang menjadi bagian atau dasar utama dalam berbuat kebaikan, serta syarat utama diterimanya amal shalih . Tanpa iman, kebaikan yang dilakukan tiada berarti di sisi Tuhannya. Ia akan hancur bagai debu berterbangan. Mengapa iman bagian dari amal, karena iman itu sendiri adalah amal qalbu (hati). Dan amal qalbu ini tidak akan disebut sebagai iman tanpa dibuktikan dengan amal perbuatan.

b. Amal shalih

Amal shalih adalah buah dan wujud nyata iman itu sendiri. Oleh karena itu dalam banyak tempat di dalam Al-Quran iman selalu digandengakan dengan amal shalih. Ulama salaf mendefinisikan iman dengan: “Keyakinan dan ketundukan hati, yang dibuktikan dengan ungkapan lisan dan amal perbuatan.” Jadi iman bukan sekedar kepercayaan hati, karena sekedar percaya, tidak mesti tunduk dan mengikuti sesuatu yang dipercayainya. Sebab ada sebagian orang yang mengaku beriman tapi tidak mau menjalankan kewajiban yang merupakan kosekuensi keimananya. Seperti segelintir orang yang mengaku percaya Tuhan, namun merasa tidak perlu menjalankan perintah-Nya.

Apalagi sekedar mengaku percaya, tapi ucapannya malah memangkas keimanannya, dengan melakukan mengucapkan atau melakukan perbuatan yang menafikan iman itu sendiri. Oleh karena itu ada perbuatan-perbuatan yang disebut ulama sebagai nawâqidh al-îmân (hal-hal yang membatalkan iman) yang bila dilakukan dapat membatalkan keimanannya. Sama seperti orang yang menanam pohon, kemudian ia pangkas atau cabut lagi pohon itu. Ia tanam pohon keimanan namun ia pangkas lagi dengan perkataan dan perbuatan yang menafikan iman itu sendiri sehingga tiada tersisa.

c. Nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran

Kita adalah makhluk sosial yang tidak hanya dituntut untuk shalih pribadi, tetapi juga shalih untuk orang lain. Ada tuntutan untuk menularkan kebenaran (al-Haq) kepada orang lain, terutama kepada keluarga. Kita diperintah untuk menasehati orang lain, dengan kata lain berdakwah kepada orang lain menuju al-Haq. Apakah yang dimaksud dengan al-Haq di sini? Kalau kita merujuk kembali ke buku-buku tafsir ulama Salaf, kita akan menemukan bahwa tafsir mereka tentang makna al-haq ini berkisar antara dua hal:

a. Al-Quran atau Agama Islam

Makna ini seperti yang ditunjukkan dalam firman-Nya yang lain:

وبالحق أنزلناه وبالحق نزل

“Dan dengan benar (mengandung kebenaran) kami menurunkan al-Quran itu, dan dengan benar ia turun (ia sampai kepadamu wahai Muhammad, terjaga dari segala macam distorsi dan penyelewengan).” (Tafsir Ibnu Katsîr)

b. Allah Swt.

Allah Swt, menamakan diri-Nya dengan al-Haq.

ذلك بأن الله هو الحق وأنه يحي الموتى وأنه على كل شيء قدير

“Demikian itu karena Allah Dia-lah al-Haq dan Dia-lah yang menghidupkan yang mati dan Dia-lah yang Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Kedua makna ini tidaklah bertentangan, tetapi saling melengkapi. Karena memang hanya Allah satu-satunya Tuhan yang benar dan pantas disembah, serta mahabenar Dia dengan firman-Nya yaitu al-Quran. Artinya bahwa menyampaikan kebenaran adalah berdakwah kepada orang lain untuk bertauhid dan menyembah Allah Swt dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Aajaran tauhid yang benar itu tentunya seperti yang diajarkan oleh Allah sendiri melalui firmannya di dalam Al-Quran. Maka, mendakwahkan al-Haq disini bukanlah masalah ringan. Para Nabi saja, walau disokong dengan mukjizat dan malaikat, tetap saja menghadapi berbagai macam rintangan dan hambatan dalam menyampaikan risalah al-Haq ini. Tentu umatnya, tidak akan pernah lepas dari rintangan dan hambatan yang akan selalu menghalangi dakwah yang mereka bawa.

Menghadapi segala macam rintangan dan cobaan ini, manusia membutuhkan kualitas keberanian dan kesabaran yang prima. Coba anda berdiri membela al-Haq ini sendirian, jauh dari syahwat dan kepentingan pribadi, kepentingan keluarga, persahabatan, dan maslahat apapun. Sungguh ia amat berat. Apalagi bahwa berada dalam kebenaran dan membelanya, tidaklah untuk sementara waktu, tetapi selama hayat dikandung badan. Agama ini sungguh amanah yang paling berat yang pernah dikenal manusia. Manusia dituntut untuk tetap tangguh, sabar dan istiqamah. Pantas saja jika Allah Swt berfirman:

إتا سنلقى عليك قولا ثقيلاً

“Sesungguhnya kami akan membebankan kepadamu perkataan yang berat.”

Oleh karena itu manusia sangat membutuhkan nasehat dari sesama muslim untuk tetap istiqomah dan sabar dalam kebenaran dan membela kebenaran.” Wallahu a’laa wa’lam []

fsikologi filsafat hidup

Filosofi hidup hampir berkaitan dengan prinsip hidup. Semua orang yang masih eksis mempunyai pegangan hidup, tujuan hidup, prinsip hidup maupun filosofi hidup. Tentunya hal ini cukup berbeda di antara satu dengan lainnya dalam menyikapinya. Karena, setiap orang itu tidak sama, setiap orang itu unik, setiap orang merupakan mahluk individualisme yang membedakan satu dengan lainnya. Ada yang mempunyai tujuan hidup yang begitu kuat, namun prinsip hidupnya lemah, atau sebaliknya ada orang yang mempunyai tujuan hidup yang lemah, namun memiliki prinsip hidup yang kuat. Ini tidaklah menjadi suatu permasalahan, yang penting seberapa baiknya seseorang menyambung hidupnya dengan berbagai persoalan dunia yang ada, atau dengan kata laiinya bagaimana kondisi psikologis/jiwa seseorang dalam menjalani hidupnya. Prinsip hidup masih jauh kaitannya dengan psikologi, namun psikologi mau tau mau berhubungan langsung dengan prinsip hidup. Karena, dengan menijau prinsip hidup seseorang dapat diketahui kondisi jiwa seseorang. Prinsip hidup dan filosofi hidup sangat luas cakupannya, tidak hanya ditinjau dari segi psikologi, tapi seluruh cabang ilmu pengetahuan yang ada. Prinsip hidup seseorang dapat diambil dari perspektif psikologi, agama, seni, literatural, metafisika, filsafat dsb. Bagi sebagian orang, filosofi hidup dapat dijadikan sebagai panutan hidup, agar seseorang dapat hidup dengan baik dan benar. Adapula sebagaian orang yang tidak menghiraukan apa itu tujuan hidup dan filosofi hidup, ia hanya hidup mengikuti arus yang mengalir dan sebagian orang lagi, terlalu kuat memegang tujuan hidup dan filosofi hidupnya sehingga membuat ia menjadi keras dan keras, Jadi, kesimpulannya ada 3 sifat manusia yang bisa ditinjau dari filosofi hidupnya, yaitu orang yang lemah, orang yang netral dan orang yang keras. Orang yang lemah adalah orang yang tidak mempunyai tujuan hidup atau prinsip hidup. Ia tidak tahu untuk apa ia hidup, ia tidak berusaha mengetahui kebenaran di balik fenomena alam ini, sehingga terkadang baik dan buruk dapat dijalaninya. Orang yang netral adalah orang yang mempunyai tujuan dan prinsip hidup, tetapi tidak mengukuhinya dengan terlalu kuat. Ia berusaha mencari kebenaran hidup dan hidup dalam kebijakan dan kebenaran, ia bebas dan netral, tidak kurang dan tidak melampaui, ia berada di tengah-tengah. Orang yang kuat adalah orang yang memegang kuat tujuan dan prinsip hidupnya. Sehingga ia mampu melakukan apa saja demi tercapai tujuannya. Ia terikat oleh filosofinya, ia kuat dan kaku berada di atas pandangannya, ia merasa lebih unggul dari orang lain dan melebihi semua orang. Jika ditinjau dari sisi psikologi. Orang-orang yang di atas juga dapat dikategorikan, seperti orang yang mempunyai jiwa yang lemah, jiwa yang sedang dan jiwa yang kuat. Namun, untuk yang berjiwa sehat, seseorang tidak hanya dilihat dari jiwa lemah, sedang ataupun kuatnya. Penerapan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari itulah yang penting. Pada dasarnya, tujuan dan prinsip hidup seseorang itu baik dan bersih. Pada saat seseorang dalam keadaan tenang, ia membuat berbagai tujuan dan prinsip dalam hidupnya, namun ketika diterapkan timbul beberapa hambatan dari luar dirinya atau adanya pengaruh dari lingkungan eksternalnya. Salah satu pengaruh terbesar dari luar dirinya adalah panca indera. Panca indera yang tidak terjaga dengan baik akan membuat seseorang terpeleset dari tujuan dan prinsip hidupnya. Telinga bisa mendengar, mata bisa melihat, mulut bisa berbicara. Semua itu harus dikendalikan dengan baik. Sebagai contoh konkret, saya mempunyai tujuan hidup menjadi seseorang yang berguna untuk menolong semua mahluk hidup sampai ajal menemui dan filosofi hidupnya adalah bila ada orang baik kepada saya, maka saya akan baik kepadanya, dan bila ada orang jahat kepada saya, maka saya akan baik juga kepadanya. Dari filosofi hidup ini, jika dilihat dari sisi psikologinya, orang tersebut mempunyai jiwa yang sehat, tidak mendendam dan bahagia menerima hidup. Namun, itu hanyalah sebuah filosofi hidup, yang terpenting adalah bagaimana ia menerapkan dalam perilakunya, apakah bisa sesempurna dengan filosofi hidupnya atau hanya sekedar membuat filosofi hidup tetapi tidak dijalankannya ataupun ia membuat suatu filosofi hidup, namun ia susah menjalannya karena tidak bisa menahan godaan atau hambatan dari luar dirinya. Sebuah filosofi hidup bisa didapatkan dari seorang pemikir-pemikir jenius yang bijaksana, bebas dan terpelajar. Biasanya orang tersebut dianggap sebagai seorang filsuf, pelopor kebijakan. Masing-masing negara memiliki tokoh filosofinya. Orang pertama yang memperkenalkan filsafat hidup ke dalam ilmu pengetahuan adalah orang Yunani yang kebetulan pada saat itu negaranya merupakan negara yang bebas dalam berkarya. Terbukti begitu banyak para filsuf terkenal kebanyakan dari bangsa Yunani, seperti Aristoteles, Plato dan Socrates. Socrateslah yang paling banyak memberi pengaruh kepada dunia ilmu pengetahuan, maka dia disebut Bapak Filsafat. Sedangkan, dari ilmu psikologi, Bapak Sigmud Frued disebut-sebut sebagai Bapak Psikologi yang paling banyak memberikan sumbangsih terhadap ilmu pengetahuan. Kedua tokoh dunia ini sama-sama memiliki pemikiran yang luar biasa untuk menciptakan pengetahuan-pengetahuan mengenai asal usul dari segala sesuatu, meskipun cakupannya berbeda, namun, psikologi dan filsafat tidak bisa dipisahkan dan sebaliknya. Banyak tokoh psikologi yang semula mempelajari filsafat kemudian melanjutkan pengetahuannya ke bidang psikologi. Beberapa kata kutipan yang diambil da ri kedua tokoh ini, yakni : ” Makanan enak, baju indah, dan segala kemewahan, itulah yang kau sebut kebahagiaan, namun aku percaya bahwa suatu keadaan di mana orang tidak mengharapkan apa pun adalah kebahagiaan yang tertinggi (Socrates)”. Dan, ” Mereka yang percaya, tidak berpikir. Mereka yang berfikir, tidak percaya (Sigmud Frued)”. Disini dapat dilihat, bahwa terjadi suatu studi banding antara kedua ilmu tersebut, Masing-masing membicarakan asal asul segala sesuatu menurut perspektif ilmunya. Namun, dari kedua ilmu tersebut mempunyai suatu kesamaan, bahkan banyak kesamaan yang membahas mengenai asal mulanya sesuatu yang pasti ada hubungannya dengan manusia dan alam sekitarnya. Seorang Socrates membicarakan kebahagiaan dan seorang Sigmund Frued membicarakan pikiran, tentunya kedua hal ini mempunyai kaitan yang cukup besar. Filosofi hidup yang diberikan oleh Socrates mengenai kebahagiaan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan Ilmu psikologi yang diberikan oleh Sigmund Frued mengenai pikiran (alam sadar atau alam bawah sadar) dapat dijadikan landasan seseorang untuk mencapai kebahagiaan. Oleh sebab itu, seseorang yang mempelajari psikologi maupun tidak, harus memiliki satu tujuan hidup atau filosofi hidup agar bisa berkembang, dan seseorang yang mempelajari filsafat maupun tidak, harus memperhatikan apakah dan bagaimanakah agar filosofinya dapat diterapkan dengan baik dan benar sehingga mempunyai psikologis/jiwa yang sehat untuk maju dan berhasil. “Jika seseorang tahu kebenaran yang mendasar tentang segala sesuatu, maka itulah inti pengetahuan’.     sumber : http://www.gsn-soeki.com/wouw/a000087.php

Berfilsafat Dalam Hukum Islam (Studi Kasus Pernikahan Syekh Puji dan Ulfa)

Memori kita mungkin belum lupa tentang pernikahan Syekh Puji dengan Ulfa, gadis berusia 12 tahun. Pernikahan yang sempat membuat heboh jagat hukum nasional. Hampir semua media cetak dan elektronik mengulas pernikahan tidak lazim tersebut.

Hebohnya kasus tersebut menimbulkan pertanyaan dimasyarakat, bagaimana pandangan hukum Islam tentang pernikahan Syekh Puji dengan Ulfa tersebut? Sah atau tidak? Silang pendapat pun muncul. Sebagian menjawab sah, sebagian yang lain tidak.

Yang menjawab sah, argumentasi hukumnya karena rukun dan syarat nikah telah terpenuhi sehingga sesuai dengan pasal 2 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan pasal 4 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Wali, saksi, mahar dan akad (ijab dan qabul) ada. Soal umur yang masih 12 tahun tidak masalah dengan alasan pernikahan Nabi Muhammad dengan Aisyah. Adagium yang sering dipakai adalah sahha diyanatan wa la yasihhu qadla’an; pernikahan itu sah secara agama cuma belum sah secara negara.

Sebaliknya, yang menjawab tidak sah dan bisa dibatalkan karena pernikahan tersebut melanggar ketentuan pasal 2 dan 7 UU Nomor 1 tahun 1974 dan pasal 5 dan 15 KHI. Ketentuan tersebut mengatur bahwa setiap pernikahan harus sesuai dengan hukum agama dan dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah serta calon isteri minimal berusia 16 tahun, jika belum mencapai umur tersebut harus mengajukan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama.

Berpikir Falsafati

Terlepas dari silang pendapat tersebut, kasus pernikahan Syekh Puji dan Ulfa tersebut akan lebih menarik jika dijadikan sebagai media pembelajaran bagi masyarakat untuk berfikir secara falsafati dalam hukum Islam. Artinya dibalik hukum Islam yang normatif, ada filsafat hukum Islam yang melatari dan menjadi inti dari adanya hukum Islam tersebut.

Dengan pendekatan filsafat hukum Islam ini, kita akan bisa melihat dan membandingkan dengan jelas mana di antara dua pendapat di atas yang lebih sesuai dengan tujuan hukum Islam.

Salah satu konsep penting dan fundamental dalam filasafat hukum Islam adalah konsep maqasid al‑syariah yang menegaskan bahwa hukum Islam disyari’atkan untuk mewujudkan dan memeli­hara maslahat umat manusia. Konsep ini telah diakui oleh para ulama dan oleh karena itu mereka memformulasikan suatu kaidah yang cukup populer,”Di mana ada maslahat, di sana terdapat hukum Allah.”

Adapun inti dari konsep maqasid al‑syariah adalah untuk mewujudkan kebaikan sekali­gus menghindarkan keburukan atau menarik manfaat dan menolak mudarat, istilah yang sepadan dengan inti dari maqasid al‑syari’ah tersebut adalah maslahat, karena penetapan hukum dalam Islam harus bermuara kepada maslahat.

al‑Juwaini dapat dikatakan sebagai filsuf Islam pertama yang menekankan pentingnya memahami maqasid al‑syari’ah dalam menetapkan hukum Islam. Ia secara tegas mengatakan bahwa seseorang tidak dapat dikatakan mampu menetapkan hukum dalam Islam, sebelum ia memahami benar tujuan Allah mengeluarkan perin­tah‑perintah dan larangan‑larangan‑Nya. Karena itu, taklif dalam bidang hukum harus mengarah pada dan merealisasikan terwujudnya tujuan hukum, yaitu maslahat. Pemikiran al‑Juwaini tersebut dikembangkan oleh al‑Gazali dan dibahas secara khusus dan sistematis oleh al‑Syatibi dalam kitabnya al‑Muwafaqat.

Sejak awal syari’ah Islam sebenarnya tidak memiliki tujuan lain kecuali kemaslahatan manusia. Akan tetapi keterikatan yang berlebihan terhadap nas, seperti dipromosikan oleh faham ortodoksi, telah mem­buat prinsip maslahat hanya sebagai jargon kosong, dan syari’ah‑yang pada mulanya adalah jalan‑telah menjadi jalan bagi dirinya sendiri.

Hukum haruslah didasarkan pada sesuatu yang harus tidak disebut hukum, tetapi lebih mendasar dari hukum. Yaitu sebuah sistem nilai yang dengan sadar dianut sebagai keyakinan yang harus diperjuangkan: maslahat, keadilan.

Dengan demikian, jelas bahwa yang fundamental dari bangunan pemikiran hukum Islam adalah maslahat, maslahat manusia universal, atau ‑dalam ungkapan yang lebih operasional‑ “keadilan sosial”. Tawaran teoritik (ijtihadi) apa pun dan bagaimana pun, baik didukung dengan nas atau pun tidak, yang bisa menjamin terwujudnya maslahat kemanu­siaan, dalam kacamata Islam adalah sah, dan umat Islam terikat untuk mengambilnya dan merealisasikannya.

Sebalikn­ya, tawaran teoritik apa pun dan yang bagaimana pun, yang se­cara meyakinkan tidak mendukung terjaminnya maslahat, lebih lebih yang membuka kemungkinan terjadinya kemudaratan, dalam kacamata Islam, adalah fasid, dan umat Islam secara orang perorang atau bersama‑sama terikat untuk mencegahnya.

Dengan paradigma di atas, kaidah yang selama ini dipegang oleh dunia fiqh yang berbunyi: Apabila suatu hadis teks ajaran telah dibuktikan kesahihannya, itulah mazhabku, secara meyakinkan perlu ditinjau kembali. Kaidah inilah yang secara sistematis telah menggerakkan dunia pemikiran, khususnya pemikiran hukum, dalam Islam lebih mengutamakan bunyi ketentuan legal‑formal, daripada tuntutan maslahat (keadilan), yang notabene merupakan jiwanya. Sebagai gantinya, kita perlu menegakkan kaidah yang berbunyi: jika tuntutan maslahat, keadilan, telah menjadi sah‑ melalui kesepaka­tan dalam musyawarah‑ itulah mazhabku.

Dengan tawaran kaidah tersebut, bukan berarti segi formal dan tekstual dari ketentuan hukum harus diabaikan. Ketentuan legal‑formal‑tekstual yang sah, bagaimana pun, harus menjadi acuan tingkah laku manusia dalam kehidupan bersama, kalau tidak ingin menjadi anarki. Akan tetapi, pada saat yang sama, haruslah disadari bahwa patokan legal‑formal dan tekstual hanyalah merupakan cara bagaimana cita maslahat, keadilan, itu diaktualisasikan dalam kehidupan nyata.

Apabila jalan pikiran di atas disepakati, secara menda­sar kita akan bisa memahami paradigma berpikir yang dibangun baik oleh kelompok yang menganggap pernikhan Syekh Puji dan Ulfa itu sah atau kelompok yang menganggap tidak sah dan kita juga bisa menjawab mana pemahaman diantara kedua kelompok tersebut tentang pasal 2 dan 7 UU Nomor 1 tahun 1974 dan pasal 5 dan 15 KHI yang lebih dekat dengan maslahat dan keadilan.

Mana yang lebih maslahat antara pernikahan itu dicatat atau tidak? Mana yang lebih maslahat antara nikah diusia yang masih anak-anak atau yang sudah dewasa? Mana yang lebih maslahat bagi anak-anak antara dia sekolah atau dia harus menikah? Tiga pertanyaan ini harus dijawab dan dibuktikan dulu baru kita memilih mana diantara pendapat dua kelompok diatas yang lebih maslahat.

Dan tentu yang lebih maslahat, itulah yag harus kita ikuti, karena itu yang sesuai dengan tujuan hukum Islam. Wallahu a’lam.

 

sumber : http://www.pta-banjarmasin.go.id/index.php?content=mod_artikel&id=32

UNTUK APA BERFILSAFAT

Untuk apa manusia berfilsafat? Untuk apa memikirkan hal yang menguji nalar kita? Atau bahkan menggoyahkan iman kita?

Menurut saya, ada satu jawaban, yaitu untuk mempertahankan alasan keberadaan kita sebagai mahluk berakal. Perenungan filsafat lahir dari akal. Tentunya akal yang terus menguras fungsinya untuk berpikir. Dan itulah salah satu alasan keberadaan manusia di dunia. Jika manusia sudah tidak menggunakan akalnya lagi, maka dia tidak punya alasan untuk mempertahankan keberadannya di dunia. Dan di sinilah letak keunikan melakukan perenungan filsafat.

Banyak orang mengatakan, untuk apa? Hanya akan membuat hidup tambah rumit saja. Hanya menciptakan keragu-raguan baru saja. Jawabannya, itu bagi mereka yang melakukan perenungan filsafat setengah jalan. Jika filsafat adalah sebuah gunung, maka dakilah hingga ke puncaknya. Dan di sanalah kita akan menemukan keindahannya. Tapi jika kita mendakinya hanya di belantara hutannya saja, benar kita jadi santapan empuk binatang buas.

Demikianlah filsafat dalam hidup kita. Kita perlu berfilsafat bukan untuk menciptakan keraguan. Tetapi justru untuk menjawab keraguan itu melalui diri kita sendiri. Namun bukan berarti filsafat adalah jawaban atas semua permasalahan. Tapi filsafat ibarat sebuah teropong yang akan mengantar mata kita untuk melihat bintang yang berpijar. Lalu kita akan tahu bintang mana yang berpijar lebih terang dan berpendar pada diri kita? Maka, masihkah kita mengatakan filsafat hanya menambah masalah?

sumber : http://www.jendelasastra.com/karya/prosa/untuk-apa-berfilsafat

Filsafat Sebagai Jalan Hidup

Oleh: REZA A.A WATTIMENA

Indonesia adalah bangsa yang penuh dengan masalah. Masalah sosial mulai dari korupsi, kedangkalan ruang publik, sampai ketidakpatuhan hukum merajalela. Warga negaranya juga ditimbun dengan masalah pribadi, mulai dari krisis ekonomi sampai krisis identitas. Segala upaya dicoba tanpa terasa hasilnya.

Ada yang lenyap dari semua analisis masalah, yakni cara memaknai kehidupan. Problematik bangsa terlalu rumit untuk diselesaikan dengan pendekatan satu dimensi. Akar masalahnya bukan ketiadaan uang. Bangsa kita punya banyak sekali harta yang bisa dimanfaatkan.

Akar masalahnya adalah cara berpikir, dan cara memaknai hidup. Masalah material di Indonesia, mulai dari kemiskinan sampai korupsi, bisa lenyap dengan mengubah persepsi warganya tentang hidup. Filsafat bisa memberikan sumbangan besar dalam hal ini.

Klarifikasi

Filsafat bukanlah sesuatu yang abstrak. Ini adalah pendapat yang salah. Filsafat berangkat dari pergulatan hidup manusia di dunia. Maka refleksinya terkait erat dengan darah dan usaha manusia nyata.

Filsafat juga bukan soal ateisme. Filsafat mengajak orang beriman untuk memahami imannya secara tepat dan mendalam. Untuk itu kedangkalan hidup beriman harus dibongkar. Filsafat bisa menjadi palu yang efektif untuk tujuan itu.

Dengan filsafat orang beriman bisa menjalankan imannya secara otentik. Dengan filsafat orang beragama akan menjadi terbuka dan bijaksana. Dengan filsafat orang beriman bisa menemukan Tuhannya sebagai simbol kasih dan persaudaraan. Dengan filsafat agama menjadi hidup dan relevan untuk memaknai kehidupan.

Filsafat tidak hadir untuk menyesatkan. Filsafat mengajak orang untuk berpikir secara mendalam tentang hidup mereka. Hasil dari filsafat adalah cara berpikir yang mendalam dan tepat tentang kehidupan. Filsafat mencerahkan orang melalui pikiran dan tindakan, apapun profesi yang digelutinya.

Filsafat juga bukan hanya milik orang Eropa. Filsafat adalah dorongan dasar manusia untuk memahami dunia secara rasional dan sistematik. Filsafat hadir di sanubari setiap orang tanpa kecuali. Filsafat membuat hidup menjadi menggairahkan, bagaikan petualangan intelektual yang membahagiakan.

Jalan Hidup

Filsafat tidak melulu soal bergelut dengan buku-buku sulit. Filsafat bisa menjadi jalan kehidupan yang membahagiakan. Filsafat dimulai dengan pertanyaan yang mendasar tentang kehidupan, lalu dilanjutkan dengan penggalian yang seru dan menegangkan. Jalan hidup filsafat adalah jalan hidup yang penuh dengan petualangan.

Dimulai dengan pertanyaan, dilanjutkan dengan penggalian, itulah kiranya cara hidup orang yang berfilsafat, apapun profesi resminya, bisa tukang sayur, tukang buah, manajer, direktur, guru, akuntan, dosen, atau apapun. Orang yang berfilsafat akan berpikir rasional. Ia tidak mudah percaya mistik, ataupun pendapat-pendapat umum yang menyesatkan dan menggelisahkan. Ia tidak terjebak pada gosip ataupun rumor yang berkeliaran.

Orang yang berfilsafat menyampaikan pemikirannya secara sistematis. Tulisan dan pembicaraannya mudah untuk dimengerti. Ia runtut dalam berpikir. Ia runtut di dalam membuat keputusan. Ia akan menjadi orang yang komunikatif dan terbuka. Ia akan menjadi pemimpin yang bijaksana.

Orang yang berfilsafat tidak pernah puas pada kedangkalan. Ia selalu mencari yang lebih dalam di balik segala sesuatu, apapun profesi hidupnya, entah itu manajer, akuntan, guru, tukang sayur, dan sebagainya. Ia akan menjadi seorang wirausahawan yang cemerlang. Ia akan menjadi manusia yang berkualitas.

Orang yang berfilsafat percaya akan proses. Mereka bertekun dalam hening dan kesulitan untuk mencapai hidup yang dewasa, apapun profesinya. Orang yang berfilsafat percaya, bahwa kebaikan adalah suatu proses yang lambat dan berliku. Di dalam proses tersebut, ia akan bahagia.

Beragam masalah di Indonesia tidak akan bisa selesai dengan pendekatan-pendekatan teknis, seperti pendekatan ekonomi teknis, pendekatan politik teknis, pendekatan teknologi teknis, ataupun pendekatan budaya teknis. Beragam masalah tersebut bisa selesai dengan sendirinya, jika setiap orang Indonesia mau berfilsafat, yakni menjadikan filsafat sebagai jalan hidup, apapun profesi sehari-hari mereka. Jalan hidup filsafat menawarkan pencerahan yang menggairahkan.

Apakah anda siap merengkuhnya? ***

sumber : http://www.dapunta.com/filsafat-sebagai-jalan-hidup.html

« Previous entries